Jatiwangi, Kota Bima (0374) 42891 taman.siswa.bima07@gmail.com

Di Antara Matras dan Mimpi: Nuryanti dari Desa Dore yang Mengukir Prestasi Lewat Pencak Silat

11 Juni 2025

Bima, tamansiswabima.ac.id — Tangis itu pecah tepat di luar arena pertandingan. Skor sudah sama, tetapi keputusan berkata lain: lawannya yang keluar sebagai pemenang. “Rasanya campur aduk. Kaget, sedih, nggak percaya,” kenang Nuryanti, mahasiswi semester empat STKIP Taman Siswa Bima.

Namun air mata itu bukan tanda kekalahan. Bagi Nuryanti, setiap langkah di atas matras adalah bagian dari perjalanan untuk menjadi versi terbaik dirinya sebagai atlet, pelajar, dan calon pendidik masa depan.

Lahir dan besar di Desa Dore, Kecamatan Palibelo, Nuryanti mengenal silat bukan dari tontonan laga atau ambisi menjadi petarung. Justru filosofi dan keindahan geraklah yang memikatnya. “Silat itu bukan cuma soal menang. Ada budaya, disiplin, dan rasa hormat di dalamnya,” tuturnya pelan.

Ketika teman-teman sibuk mengejar ekskul populer, ia memilih jalur yang berbeda. Latihan keras dan penuh disiplin ia jalani dengan sukacita. “Capek sih, tapi suasana latihannya rame. Kita saling dorong, saling semangatin.”

Tahun 2025 menjadi titik penting dalam karier silat Nuryanti. Ia sukses mempersembahkan medali perunggu pada Kejuaraan Nasional Bima Championship 1, sekaligus membawa STKIP Taman Siswa Bima menjadi Juara Umum I tingkat dewasa.

Namun baginya, momen paling berkesan justru datang dari kekalahan tipis di partai final kejuaraan sebelumnya. “Saya keluar gelanggang langsung nangis. Tapi justru dari situ saya belajar. Hasil memang penting, tapi proses dan mental yang terbentuk jauh lebih berharga.”

Sebagai mahasiswi PGSD, Nuryanti dihadapkan pada dua dunia yang sama-sama menuntut komitmen: akademik dan olahraga. “Pagi kuliah, sore latihan. Kadang malam harus ngerjain tugas. Istirahat itu mewah,” ujarnya sambil terkekeh.

Tantangan terbesarnya bukan sekadar kelelahan fisik, tetapi menjaga fokus dan konsistensi. “Ini dua hal yang saya cintai. Jadi saya pilih jalanin dengan sepenuh hati.”

Di balik pencapaian Nuryanti, ada sosok-sosok yang selalu ada di baris belakang: pelatih, keluarga, dan pihak kampus. Ia menyebut nama pelatihnya, Agus Supriadi, S.Pd., dengan penuh hormat. “Beliau sabar banget, selalu percaya pada kami, bahkan saat kami sendiri ragu.”

STKIP Taman Siswa Bima juga memberikan dukungan penuh, mulai dari izin akademik saat bertanding, hingga apresiasi atas capaian mahasiswa di luar kelas. “Kami merasa dihargai sebagai pribadi utuh, bukan hanya mahasiswa di kelas,” tambahnya.

Nuryanti punya cita-cita menjadi guru SD. Namun, ia juga ingin menjadi pelatih silat dan penggerak budaya lokal. “Saya ingin buktikan bahwa mahasiswa daerah bisa punya kontribusi nyata. Prestasi itu banyak bentuknya,” tegasnya.

Pencak silat telah membentuk jati dirinya bukan sekadar soal teknik, tetapi tentang hidup. Tentang bangkit, menghargai proses, dan tetap rendah hati meski menang.

“Kalau kamu cinta sesuatu, kejar saja. Jangan takut beda. Tuhan pasti bukakan jalannya kalau kita serius,” tutupnya dengan senyum. (Tim)

Get your admission now!

Enroll