Jatiwangi, Kota Bima (0374) 42891 taman.siswa.bima07@gmail.com

Reza dan Adiknya Lulus Bersama, Meski Tanpa Orang Tua

01 Oktober 2025

Bima, tamansisswabima.ac.id - Di hari yudisiumnya, Reza Aprianto tidak hanya membawa pulang ijazah dari Program Studi PGSD. Di dalam langkahnya, di balik senyumnya, terpatri sebuah epik tentang kehilangan, ketahanan, dan kemenangan jiwa manusia atas badai kehidupan.

Jauh sebelum toga ini terbayang, seorang anak laki-laki bernama Reza memupuk mimpi menjadi dokter, sebuah cita-cita yang dirawat dengan segenap cinta dan pengorbanan oleh sang ibunda. Namun, takdir merenggut pilar terkuatnya itu terlalu dini. Langit cita-citanya runtuh. 

Tak lama, sang ayah pun meniti jalan hidup yang baru, meninggalkan Reza dan adiknya dalam asuhan nenek tercinta sosok yang menjadi ibu, sahabat, sekaligus tempatnya bernaung.

Mimpi menjadi dokter memang pupus, tetapi api untuk menunaikan harapan sang ibu agar ia terus berpendidikan tak pernah padam. Reza melangkahkan kaki ke Yogyakarta, memulai perjuangan di jurusan Teknik Perminyakan. Namun, semesta seolah kembali mengujinya. 

Sang nenek, tempatnya pulang, berpulang ke haribaan-Nya. Belum kering air mata, luka itu kembali menganga saat sang ayah menyusul pergi untuk selamanya di tengah semester keempatnya.

Terguncang oleh duka yang datang bertubi-tubi, Reza terhempas. Ia terpaksa menyerah pada mimpinya di Jogja, kembali ke Bima dengan hati yang remuk.

Namun, dari puing-puing keputusasaan, api semangat itu kembali menyala, ditiup oleh dukungan keluarga. Reza memutuskan untuk bangkit, memulai segalanya dari titik nol di STKIP Taman Siswa Bima. Lembaran baru itu ia tulis dengan tinta emas, IPK sempurna 4,00 di semester pertama, dan konsisten di angka 3,98 hingga semester keempat. Ia membuktikan bahwa kejatuhan bukanlah akhir.

Akan tetapi, ujian terberatnya belum usai. Sebuah kecelakaan hebat di depan kampusnya mematahkan kakinya, memaksanya menjalani tiga kali operasi dan menanam pen di Rumah Sakit Provinsi. Ia terpaksa cuti, terbaring dalam sakit fisik dan kelelahan mental. Namun, bahkan dengan alat bantu jalan, semangatnya menolak untuk patah. Ia kembali ke kampus, mengejar setiap ketertinggalan dengan sisa-sisa tenaga.

Hari ini, dengan IPK 3,78, Reza Aprianto resmi menyandang gelar sarjana. Prestasinya tidak hanya di atas kertas. Ia adalah pribadi multitalenta dengan penguasaan Bahasa Inggris, desain, IT, dan karya ilmiah yang menembus jurnal Sinta 4.

September ini menjadi bulan yang penuh makna, karena adiknya juga menyelesaikan studi di Yogyakarta. Di tengah kehilangan orang tua dan nenek, ia tetap menjadi suluh bagi adiknya. 

Bahkan pen di kakinya, saksi bisu dari perjuangan dan air mata, sengaja belum dilepas. Biarlah ia menjadi monumen pengingat bahwa setiap langkah menuju toga ini dibayar dengan harga yang tak ternilai.

Kisah Reza adalah bukti hidup bahwa duka boleh datang silih berganti, tetapi jiwa yang menolak menyerah akan selalu menemukan jalannya menuju kemenangan.

Get your admission now!

Enroll